Thursday, June 18

MITIGASI BENCANA TANAH LONGSOR DARI SUDUT PANDANG GEOLOGI

Animasi Kejadian Bencana Tanah Longsor
  1. Kawasan yang dikategorikan sebagai kawasan rawan longsor, meliputi:
a.       Lereng-lereng pada Kelokan Sungai, akibat proses erosi atau penggerusan oleh aliran sungai pada bagian kaki lereng.
b.      Daerah Tekuk Lereng, yaitu peralihan antara lereng curam ke lereng landai, yang ada pemukimannya, karena berdasarkan penelitian pada kondisi hidrologi lereng menjelaskan bahwa daerah tekuk lereng cenderung menjadi zona akumulasi air yang meresap dari bagian lereng yang lebih curam. Akibatnya daerah tekuk lereng sangat sensitif mengalami peningkatan tekanan air pori, yang akhirnya melemahkan ikatan antar butir-butir partikel tanah dan memicu terjadinya longsoran.
c.       Daerah yang dilalui Struktur Patahan (Sesar), yang menjadi kawasan pemukiman. Daerah ini dicirikan oleh adanya lembah atau sungai dengan lereng curam (> 400) dan tersusun oleh batuan yang terkekarkan (retak-retak) secara intensif atau rapat, serta ditandai dengan munculnya beberapa mata air pada sungai/lembah tersebut. Retakan-retakan batuan tersebut dapat mengakibatkan lereng mudah terganggu kestabilannya, sehingga dapat terjadi jatuhan atau luncuran batuan apabila air meresap dalam retakan saat hujan, atau apabila terjadi getaran pada lereng.

          Menurut Dwikorita Karnawati (2001) ada 3 tipologi lereng yang rentan untuk longsor, yaitu:
a.       lereng yang tersusun oleh tumpukan tanah gembur dialasi oleh batuan atau tanah yang lebih kompak.
b.      lereng yang tersusun oleh perlapisan batuan yang miring searah kemiringan lereng.
c.       lereng yang tersusun oleh blok-blok batuan

         2. Mengonrol kestabilan lereng
Kestabilan lereng dikontrol oleh kondisi bentang alam, seperti: gunung, pegunungan, bukit, perbukitan lereng dan lembah. Kemiringan lereng, pelapisan batuan (stratigrafi), patahan, kekar, retakan pada lereng yang membentuk bidang atau zona lemah (struktur geologi), tata air (kondisi hidrologi) pada lereng. Faktor-faktor tersebut mengkondisikan lereng menjadi rentan (berpotensi/berbakat) longsor, namun longsor baru akan terjadi apabila ada pemicu.
a.       Ciri lereng rentan bergerakTidak ada tempat yang tidak ada lereng, walaupun di dataran rendah. Berikut ciri lereng yang rentan bergerak:
1)      Lereng yang tersusun dari tumpukkan tanah gembur dengan ketebalan lebih 2 meter.
2)      Lereng tersusun oleh pelapisan batuan miring ke arah luar lereng.
3)      Lereng tersusun dari batuan retak-retak.
4)      Lembah sungai jalur patahan.
5)      Tebing curam tersusun oleh batuan terpotong-potong atau bongkahan-bongkahan batuan (rentan mengalami luncuran/gelindingan batu).
6)      Lereng tersusun oleh massa tanah dan batuan yang mudah lepas.
7)      Perbukitan gundul, curam oleh batuan/tanah yang mudah lepas.
b.      Ciri zona rawan terkena gerakan tanah
1)      Daerah yang terletak di kaki bukit
2)      Daerah dengan lereng tersusun oleh tanah mudah lepas dan padat pemukiman.
c.       Pemicu gerakan tanah
Lereng rentan tidak akan longsor tanpa adanya pemicu, berikut beberapa hal yang dapat memicu gerakan tanah: infiltrasi (resapan), air, misal: air hujan dan kolam/saluran irigasi yang tidak kerap air.
1)      Getaran, misalya gempa bumi, ledakan atau getaran kendaraan berat pada lereng.
2)      Pemanfaatan lahan pada lereng yang tidak tepat seperti pembebanan lereng yang berlebihan oleh rumah/bangunan dan pohon yang terlalu lebat dan pemotongan lereng tanpa perhitungan.

          Menurut Siswanto (2009: 19-21) membagi klasifikasi dan faktor penyebab bencana longsor, seperti:

TIPOLOGI A
Daerah lereng bukit/perbukitan, atau lereng gunung/pegunungan.
Kawasan rawan di daerah ini dicirikan oleh beberapa karakteristik berikut :

1)      Faktor Kondisi Alam
         a)      Lereng

                  Lereng relatif cembung dengan kemiringan lebih curam dari 20° (40%). Kondisi tanah / batuan penyusun lereng : lereng tersusun oleh tanah penutup tebal (>2 m), bersifat gembur dan mudah lolos air, misalnya tanah-tanah residual, yang umumnya menumpang diatas batuan dasarnya (misal andesit, breksi andesit, tur, napal dan batu lempung) yang lebih kompak (kedap) dan padat air. Lereng tersusun oleh tanah penutup tebal (>2 m), bersifat gembur dan mudah lolos air, misalnya tanah-tanah residual atau tanah kolovial, yang di dalamnya terdapat bidang kontras antara tanah dengan kepadatan lebih rendah dan permeabilitas lebih tinggi yang menumpang diatas tanah dengan kepadatan lebih tinggi dan permeabilitas lebih rendah. Lereng yang tersusun oleh batuan dengan bidang diskontiunitas atau struktur reatakan/ kekar pada batuan tersebut. Lereng yang tersusun oleh perlapisan batuan miring ke arah luar lereng (perlapisan batuan miring searah kemiringan lereng), misalnya perlapisan batu lempung, batu lanau, serpih, tuf dan napal.
        b)      Curah hujan
                 Curah hujan yang tinggi (dapat mencapai 100 mm/hari atau 70 mm/ jam) dengan curah hujan tahunan lebih dari 2500 mm. curah hujan kurang dari 70 mm/jam, tetapi berlangsung menerus selama lebih dari 2 jam, hingga beberapa hari.
        c)      Keairan lereng
                 Sering muncul rembesan-rembesan air atau mata air pada lereng, terutama pada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan tanah yang lebih permeabel.
        d)     Kegempaan
                Lereng pada daerah rawan gempa sering pula rawan terhadap gerakan tanah.

2)      Faktor Aktivitas Manusia
         a)    Lereng ditanami dengan pola tanam yang tidak tepat, misalnya di tanami tanaman berakar serabut, demanfaatkan sebagai sawah/ladang dan hutan pinus.

         b)   Dilakukan penggalian atau pemotongan lereng, misal untuk jalan atau bangunan dan penambangan, tanpa memperhatikan struktur perlapisan tanah atau batuan pada lereng dan tanpa perhitungan analisis kestabilan lereng.
        c)    Dilakukan pencetakan kolam yang dapat mengakibatkan merembesnya air kolam ke dalam lereng.
        d)   Sistem drainase tidak memadai
        e)   Dilakukan pembangunan konstruksi dengan beban yang terlalu besar

3)      Jenis Gerakan Tanah Longsor, yang Dapat Terjadi :
        a)   Jatuhan yaitu jatuhan batuan, robohan batuan, dan rebahan batuan.

        b)   Luncuran baik berupa luncuran batuan, luncuran tanah, dan bahan rombakan dengan bidang gelincir untuk lurus, melengkung atau tidak beraturan.
        c)   Aliran, misalnya aliran tanah, aliran batuan, dan aliran bahan rombakan batuan.
        d)   Kombinasi antara dua atau beberapa jenis gerakan tanah.
        e)   Dengan gerakan relatif cepat (lebih dari 2 m per hari hingga dapat mencapai 25 m per menit)

TIPOLOGI B
Daerah kaki bukit/perbukitan, atau kaki gung/pegunungan.
Kawasan rawan di daerah ini di cirikan oleh beberapa karakteristik berikut :

1)      Faktor Kondisi Alam
       a)    Lereng relatif landai dengan kemiringan sekitar 10° (20%) hingga 20° (40%).

       b)   Kondisi tanah atau batuan penyusun lereng: umumnya merupakan lereng yang tersusun oleh tanah lempung yang mudah mengembang apabila jenuh air (jenis montmorillonite).
       c)    Curah hujan mencapai 70 mm per jam atau 100 mm per hari. Curah hujan tahunan mencapai  lebih dari 2500 mm, atau kawasan rawan gempa.
       d)   Keairan lereng
       e)    Sering mucul rembesan-rembesan air atau mata air pada lereng, terutama pada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan tanah yang lebih permeable.

2)      Faktor Aktivitas Manusia
       a)    Dilakukan pencetakan kolam yang dapat mengakibatkan merembesnya air kolam ke dalam lereng.

      b)   Sistem drainase tidak memadai.
      c)    Dilakukan pembangunan konstruksi dengan beban yang melampaui daya dukung tanah.
3)      Jenis Gerakan Tanah (Longsor)
      a)      Jenis gerakan tanah yang terjadi pada kawasan ini umumnya berupa rayapan tanah yang mengakibatkan retakan dan amblesan tanah.
      b)      Kecepatan gerakan lambat hingga menengah (kecepatan kurang dari 2 m per hari).

TIPOLOGI C
Daerah tebing atau lembah sungai.
Kawasan rawan di daerah tebing sungai, dicirikan oleh beberapa karakteristik berikut:

1)      Faktor Kondisi Alam
      a)      Daerah belokan sungai (meandering) dengan kemiringan tebing sungai lebih dari 10° (40%).

     b)      Lereng tebing sungai tersusun oleh tanah residual, tanah kolovial atau batuan sedimen hasil endapan sungai dengan ketebalan lebih dari 2 m.
     c)      Curah hujan mencapai 70 mm per jam atau 100 mm per hari. Curah hujan tahunan mencapai  lebih dari 2500 mm, sehingga debit sungai dapat meningkat dan mengerosi kaki tebing sungai.
     d)     Keairan lereng.
     e)      Sering muncul rembesan-rembesan air atau mata air pada lereng, terutama pada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan tanah yang lebih permeable.
     f)       Kegempaan.
    g)      Lereng pada daerah rawan gempa sering pula rawan terhadap gerakan tanah.

2)      Tingkat Kerawanan Kawasan Rawan Bencana Longsor
Tingkat Kerawanan ditetapkan berdasarkan kajian atau evaluasi terhadap :
     a)    Kondisi alam (dalam hal ini kemiringan lereng, lapisan tanah atau batuan, struktur geologi, curah hujan, dan geohidrologi lereng).
     b)   Pemanfaatan lereng.
     c)    Kepadatan penduduk dalam suatu kawasan, serta
     d)   Kesiapan penduduk dalam mengantisipasi bencana longsor.

           Variasi tingkat kerawanan suatu kawasan rawan bencana longsor, di bedakan menjadi :
a)      Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Tinggi
Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami gerakan tanah dan cukup padat permukimannya, atau terdapat konstruksi bangunan sangat mahal dan penting. Kawasan ini sering mengalami gerakan tanah ( lonsoran), terutama pada musim hujan atau pada saat gempa terjadi.
b)      Kawasan dengan Tingkat Kerawan Menengah
Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami gerakan tanah,namun tidak ada permukiman serta konstruksi bangunan yang terancam relatif tidak mahal dan tidak penting.
c)      Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Rendah
Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami gerakan tanah, namun tidak ada resiko terjadinya korban jiwa terhadap manusia ataupun resiko terhadap bangunan. Kawasan yang kurang berpotensi untuk mengalami longsoran, namun di dalamnya terdapat permukiman atau konstruksi mahal atau penting, juga di kategorikan sebagai kawasan dengan tingkat kerawanan rendah


Pencegahan dan Penanganan Bencana Longsor
1.      Pencegahan Terjadinya Bencana Alam Tanah Longsor
   a.       Jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat pemukiman.
   b.       Buatlah terasering (sengkedan) pada lereng yang terjal bila membangun permukiman.
   c.       Segera menutup retakan tanah dan dipadatkan agar air tidak masuk ke
dalam tanah melalui retakan
   d.      Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak
   e.       Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi
   f.       Jangan menebang pohon di lereng
   g.       Jangan membangun rumah di bawah tebing
2.      Persiapan Penanganan Bencana oleh Masyarakat
   a.       Tanggap Darurat
Yang harus dilakukan dalam tahap tanggap darurat adalah penyelamatan dan pertolongan korban secepatnya supaya korban tidak bertambah. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan.
   b.      Mengurangi Kemungkinan Dampak
Dalam upaya mengurangi dampak bencana di suatu wilayah, tindakan pencegahan perlu dilakukan oleh masyarakatnya. Pada saat bencana terjadi, korban jiwa dan kerusakan yang timbul umumnya disebakan oleh kurangnya persiapan dan sistem peringantan dini. Persiapan yang baik akan bisa membantu masyarakat untuk melakukan tindakan yang tepat guna dan tepat waktu. Bencana bisa menyebabkan kerusakan fasilitas umum, harta benda dan korban jiwa. Dengan mengetahui cara pencegahannya masyarakat bisa mengurangi resiko ini.
   c.       Menjalin kerjasama
Penanggulangan bencana hendaknya menjadi tanggung jawab antara masyarakat dan pemerintah serta pihak-pihak terkait. Kerjasama ini sangat penting untuk memperlancar proses penaggulangan bencana. Dalam setiap kejadian bencana di Indonesia ada beberapa pihak yang bekerjasama dalam melakukan usaha-usaha penanganannya. Adalah hak masyarakat untuk menghubungi instansi terkait ini karena keberadaan pihak-pihak tersebut adalah untuk mendampingi masyarakat dalam usaha penanggulangan bencana. Hubungan dengan pihak-pihak tersebut sebaiknya dijalin dalam tahap sebelum terjadinya bencana, saat bencana dan setelah bencana.
   d.      Rehabilitasi
Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial, ekonomi, dan sarana transportasi. Selain itu dikaji juga perkembangan tanah longsor dan teknik pengendaliannya supaya tanah longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi korban tanah longsor bila tanah longsor sulit dikendalikan.
   e.       Rekonstruksi
Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor tidak menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh tanah longsor, karena kerentanan untuk bangunan-bangunan yang dibangun pada jalur tanah longsor hampir 100%. Ada beberapa tindakan perlindungan dan perbaikan yang bisa ditambah untuk tempak-tempat hunian, antara lain: (1) perbaikan drainase tanah (menambah materi-materi yang bisa menyerap), (2) modifikasi lereng (pengurangan sudut lereng sebelum pembangunan), (3) vegetasi kembali lereng-lereng, dan (4) beton-beton yang menahan tembok mungkin bisa menstabilkan lokasi hunian.
3.      Strategi dan upaya penanggulangan bencana:
   a.       Hindarkan daerah rawan bencana untuk pembangunan pemukiman dan fasilitas utama lainnya
   b.      Mengurangi tingkat keterjalan lereng
   c.       Meningkatkan/memperbaiki dan memelihara drainase baik air permukaan maupun air tanah. (Fungsi drainase adalah untuk menjauhkan airn dari lereng, menghidari air meresap ke dalam lereng atau menguras air ke dalam lereng ke luar lereng. Jadi drainase harus dijaga agar jangan sampai tersumbat atau meresapkan air ke dalam tanah).
   d.      Pembuatan bangunan penahan, jangkar (anchor) dan pilling
   e.       Terasering dengan sistem drainase yang tepat.(drainase pada teras - teras dijaga jangan sampai menjadi jalan meresapkan air ke dalam tanah)
   f.       Penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam dan jarak tanam yang tepat (khusus untuk lereng curam, dengan kemiringan lebih dari 40 derajat atau sekitar 80% sebaiknya tanaman tidak terlalu rapat serta diseling-selingi dengan tanaman yang lebih pendek dan ringan , di bagian dasar ditanam rumput).
   g.      Mendirikan bangunan dengan fondasi yang kuat
   h.      Melakukan pemadatan tanah disekitar perumahan
   i.        Pengenalan daerah rawan longsor
   j.        Pembuatan tanggul penahan untuk runtuhan batuan (rock fall)
   k.      Penutupan rekahan di atas lereng untuk mencegah air masuk secara cepat kedalam tanah.
   l.        Pondasi tiang pancang sangat disarankan untuk menghindari bahaya liquefaction(infeksi cairan).
   m.    Utilitas yang ada didalam tanah harus bersifat fleksibel
   n.      Dalam beberapa kasus relokasi sangat disarankan
4.      Mitigasi bencana Longsor lahan
                  Mitigasi bencana alam merupakan tindakan untuk mengurangi dampak bencana dan hamper sama dengan kegiatan pencegahan. Mitigasi adalah suatu tindakan sebelum bencana terjadi untuk mengurangi seminimal mungkin kerugian harta benda atau korban jiwa. Pada prinsipnya upaya mitigasi dapat dilakukan melalui pendekatan non-struktural seperti peraturan perundangan, penyuluhan, insentif, dan pengembangan system peringatan demi bahaya. Tindakan mitigasi terdiri atas mitigasi pasif dan aktif.
                   Mitigasi pasif berupa pengembangan tindakan-tindakan seperti peraturan tentang bangunan, tata guna lahan, tata ruang kota, pemasangan rambu dan tanda bahaya. Mitigasi aktif mencakup tindakan-tindakan yang memerlukan kontak langsung dengan pendudukya itu melalui penyuluhan sosial, pemugaran rumah, relokasi penduduk dari daerah rawan bencana ke daerah yang aman.
                   Mitigasi aktif tidak akan berfungsi tanpa mitigasi pasif. Tujuan dari mitigasi bencana longsor adalah untuk mengembangkan strategi mitigasi yang dapat mengurangi hilangnya kehidupan dari alam sekitarnya serta harta benda, penderitaan manusia, kerusakan ekonomi dan biaya yang diperlukan untuk menangani korban bencana yang dihasilkan oleh bencana longsor. Mitigasi atau pengurangan adalah upaya untuk mengurangi atau meredam resiko. Kegiatan mitigasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu fisik dan nonfisik.
                    Rencana mitigasi bencana longsor dapat meningkatkan cara pandang yang luas dan terintegrasi terhadap sistem pengurangan resiko bencana. Upaya mitigasi bencana alam longsor lahan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu 1) mitigasi bencana alam longsor lahan secara fisik berupa tindakan pemotongan tebing dan penggalian batuan, pembuatan talud, pembuatan kawat pengikat batuan yang lapuk, pembuatan teras sesuai kontur, teras bangku, penanaman pohon-pohon, dan pembuatan saluran. 2) secara sosial upaya pencegahan dan penanggulangan bencana longsor lahan dengan menekan sedikit mungkin atau tanpa ada korban jiwa dan kerugian harta benda melalui kegiatan penyelamatan yaitu, pemindahan penduduk secara permanen dan pemindahan penduduk sementara (evakuasi saat terjadi bencana). 3) mitigasi bencana alam longsor lahan secara vegetatif yaitu dengan memperhatikan keadaan vegetasi meliputi, pemilihan jenis vegetasi yang sesuai dan pengaturan jarak tanaman.

......
 Tahapan Mitigasi Bencana Tanah Longsor
a.       Pemetaan
Menyajikan informasi visual tentang tingkat kerawanan bencana alam geologi di suatu wilayah, sebagai masukan kepada masyarakat dan atau pemerintah kabupaten/kota dan provinsi sebagai data dasar untuk melakukan pembangunan wilayah agar terhindar dari bencana.
b.      Penyelidikan
Mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana sehingga dapat digunakan dalam perencanaan penanggulangan bencana dan rencana pengembangan wilayah.
c.       Pemeriksaan
Melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi bencana, sehingga dapat diketahui penyebab dan cara penanggulangannya.
d.      Pemantauan
Pemantauan dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis secara ekonomi dan jasa, agar diketahui secara dini tingkat bahaya, oleh pengguna dan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut.
e.       Sosialisasi
Memberikan pemahaman kepada Pemerintah Provinsi /Kabupaten /Kota atau Masyarakat umum, tentang bencana alam tanah longsor dan akibat yang ditimbulkannnya. Sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara antara lain, mengirimkan poster, booklet, dan leaflet atau dapat juga secara langsung kepada masyarakat dan aparat pemerintah
f.       Pemeriksaan bencana longsor
Bertujuan mempelajari penyebab, proses terjadinya, kondisi bencana dan tata cara penanggulangan bencana di suatu daerah yang terlanda bencana tanah longsor. 

Penerapan Mitigasi Bencana:
Mitigasi bencana sebelum terjadi longsor
1)      Sebelum terjadi bencana kita harus sudah bisa memilih dan menetukan beberapa lokasi yang bisa kita jadikan sebagai tempat penampungan jika terjadi bencana.
2)      Melatih diri dan anggota keluarga mengenai hal-hal yang harus dilakukan apabila terjadi bencana longsor.
3)      Mendiskusikan dengan semua anggota keluarga tentang tempat dimana anggota keluarga akan berkumpul usai terjadi bencana.
4)      Mempersiapkan tas siaga bencana yang berisi keperluan yang dibutuhkan seperti: makanan, air minum, kotak kecil berisi obat-obatan penting, dll.
5)      Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko longsor:
  a)      Pembuatan sistem peringatan dini
  b)      Membuat sistem pemantauan ancaman
  c)      Membuat sistem penyebaran peringatan ancaman
  d)     Pembuatan rencana evakuasi
  e)      Membuat tempat dan saran evakuasi
  f)       Penyusunan  rencana darurat, rencana siaga
  g)      Pelatihan, gladi dan simulasi atau uji coba
  h)      Memasang rambu evakuasi dan peringatan dini.


Saat terjadi longsor

1)      Segera keluar dari daerah longsoran atau aliran reruntuhan/puing ke area yang lebih stabil
2)      Bila melarikan diri tidak memungkinkan, lingkarkan tubuh seperti bola dengan kuat dan lindungi kepala. Posisi ini akan memberikan perlindungan terbaik untuk tubuh kita
3)      Segera menutupretakan tanah dengan material kedap (menimbun dengan tanah lempung), agar air hujan tidak meresap masuk ke dalam lereng
4)      Segera membuat saluran air permukaan yang kedap air, untuk mengalirkan air permukaan (air hujan) menjauh dari lereng yang retak
5)      Segera membuat saluran bawah permukaan (dengan pipa/bambu) untuk menguras air yang telah meresap ke dalam lereng
6)      Menjauh dari lereng rentan saat hujan
7)      Jangan melakukan penggalian tanah di bawah lereng terjal. Hal ini akan menyebabkan daya dukung tanah melemah dan berpotensi terjadi longsor.
8)      Seluruh tindakan di atas JANGAN DILAKUKAN apabila hujan masih berlangsung, harus menunggu hujan reda selama beberapa jam.

Sesudah terjadi longsor
Salah satu cara setelah terjadi longsor adalah tanggap darurat. Tanggap darurat adalah upaya yang dilakukan segera setelah bencana terjadi untuk mengurang dampak bencana, seperti penyelamatan jiwa dan harta benda.
Contoh tidakan tanggap darurat:
1)      Evakuasi
2)      Pencarian dan penyelamatan
3)      Penanganan Penderita Gawat Darurat (PPGD)
4)      Pengkajian cepat kerusakan dan kebutuhan.
5)      Penyediaan kebutuhan dasar seperti air dan sanitasi, pangan, sandang, papan, kesehatan dan konseling
6)      Pemulihan segera fasilitas dasar seperti telekomunikasi, transportasi, listrik, pasokan air untuk mendukung kelancaran kegiatan tanggap darurat
7)      Hindari daerah longsoran, karena longsor susulan bisa saja terjadi
8)      Periksa korban luka dan korban yang terjebak longsor tanpa langsung memasuki daerah longsoran
9)      Bantu arahkan SAR ke lokasi longsor
10)    Bantu tetangga yang memerlukan bantuan khususnya anak-anak, orang tua dan orang cacat
11)    Dengarkan siaran radio lokal atau televisi untuk informasi keadaan terkini
12)    Waspada akan adanya banjir atau aliran reruntuhan setelah longsor
13)    Laporkan kerusakan fasilitas umum yang terjadi pada pihak yang berwenang
14)    Periksa kerusakan pondasi rumah dan tanah sekitar terjadinya longsor
15)    Tanami kembali daerah bekas longsor atau daerah sekitarnya untuk menghindari erosi yang telah merusak lapisan atas tanah yang dapat menyebabkan banjir bandang
16)    Mintalah nasehat untuk mengevaluasi ancaman dan teknik untuk mengurangi resiko tanah longsor


Saturday, May 16

MERBABU MOUNT WITH MAPALISTA (27CM)

Pendakian dilakukan lewat jalur Selo, pada waktu malam hari setelah sholat magrib, dari pos 1 berhenti pada pos 2 (padang savana) ditempuh kurang lebih 4 jam.

Dalam perjalanan di tengah hutan yang gelap gulita, saat menuju pos 2 terjadi sesuatu yang kadang-kadang kalo dipikir tidak masuk akal 😂  . . . bersambung

Kami bermalam di pos 2, dan dilanjutkan menuju puncak saat pagi hari, menghelai beberapa aroma angin malam yang kadang membuat rindu..

Ini Puncaknya - kenteng songo -
Awalannya
Ini ceritanya di saat saya tidur di puncak mereka asik berfoto-foto ria
mengabadikan yang nantinya memang bukan keabadian


@_time : Waktu jadi maba di IST AKPRIND Yogyakarta 2013





Tuesday, March 31

PROFIL


MBC Indonesian Geologist (Geoscintis Forum in Yogyakarta)
Secretariat: Jl. Gendheng Cantel, No.328c, Umbulharjo II, Muja-muju, Daerah Istimewa Yogyakarta
Moto : "Mencerdaskan kehidupan bangsa"

Email : (Adi Nugraha) adinugraha.ista@gmail.com
Facebook: MBC Indonesia
Instagram: @MBC.id

Youtube Channel

Popular Posts

Statistik Kunjungan

Translate